Pendahuluan
Teori permainan (game theory) adalah suatu pendekatan
matematis untuk merumuskan situasi persaingan dan konflik antara berbagai
kepentingan. Teori ini dikembangkan untuk menganalisis proses pengambilan
keputusan dari situasi-situasi persaingan yang berbeda-beda dan melibatkan dua
atau lebih kepentingan. Sebagai contoh
para manajer pemasaran bersaing dalam memperebutkan bagian pasar, para
pimpinan serikat dan manajemen yang terlibat dalam penawaran kolektif, para
jendral tentara yang ditugaskan dalam perencanaan dan pelaksanaan perang, dan
para pemain catur, yang semuanya terlibat dalam usaha untuk memenangkan permainan.
Kepentingan-kepentingan yang bersaing dalam permainan disebut para pemain
(players). Anggapannya adalah bahwa setiap pemain mempunyai kemampuan
untuk mengmbil keputusan secara bebas dan rasional.
Teori permainan mula-mula
dikembangkan oleh seorang ahli matematika perancis bernama Emile Borel
pada tahun 1921. Kemudian, Jhon Von Neumann dan Oskar morgensten
mengembangkan lebih lanjut sebagai alat untuk merumuskan perilaku ekonomi yang
bersaing. Aplikasi-aplikasi nyata yang paling sukses dari teori permainan
banyak ditemukan dalam militer. Tetapi dengan berkembangnya dunia usaha
(bisnis) yang semakin bersaing dan terbatasnya sumber daya serta saling
ketergantunga social, ekonomi, dan ekologi yang semakin besar, akan
meningkatkan pentingnya aplikasi-aplikasi teori permainan. Kontrak dan program
tawar menawar serta keputusan-keputusan penetapan harga adalah contoh
penggunaan teori permainan yang semakin meluas.
Model-model teori permainan dapat
diklasifikasikan dengan sejumlah cara, seperti jumlah pemain, jumlah
keuntungan dan kerugian dan jumlah strategi yang digunakan dalam permainan.
Sebagai contoh, bila jumlah pemain adalah dua, permainan disebut sebagai
permainan dua-pemain. Begitu juga, bila jumlah pemain adalah N (dengan N≥ 3 ),
permainan disebut permainan N-pemain.
Bila jumlah keuntungan
dan kerugian adalah nol, disebut permainan jumlah-nol atau jumlah-konstan.
Sebaliknya, bila tidak sama dengan nol, permainan disebut permainan bukan
jumlah-nol (non zero-zum game).
A.
Defenisi dan Sejarah Perkembangannya
a.
Definisi dan
Elemen-Elemen Game Theory
Game theory atau teori permainan adalah studi berkenaan
tingkah-laku agen atau pemain dalam mengambil keputusan, dimana keputusan
seorang pemain akan mempengaruhi hasil dari keputusan pemain lainnya. Pengambilan
keputusan ini dianalisa dan dilihat dari perspektif rasional, alih-alih
psikologis ataupun sosiologis. Dua faktor ini sama sekali tidak memiliki peran maupun
efek dalam pengambilan keputusan pemain.[1]
Game yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah sebuah
representasi formal dari suatu situasi dimana para pemain saling berinteraksi dalam
kewujudan interdependensi strategi. Artinya, hasil yang diterima oleh
masing-masing pemain itu tidak hanya ditentukan oleh keputusan mereka sendiri,
tapi juga oleh keputusan pemain lainnya.[2]
Game theory memiliki empat elemen penting: players, rules,
outcome, dan payoffs.[3] Eric Rasmussen memaparkan
empat elemen yang berbeda, yaitu players, actions, payoffs,
dan information, yang disingkat dengan PAPI.[4] Menurut Straffin, sebuah
situasi dikatakan sebagai sebuah permainan jika ia memenuhi empat syarat
berikut:[5]
i.
Terdapat
setidaknya dua pemain atau agen;
ii.
Tiap pemain
memiliki sejumlah strategi yang mungkin dilakukan. Strategi yang dimaksudkan
disini adalah adalah sekumpulan perbuatan yang dapat dilaksanakan;
iii.
Strategi yang
dipilih oleh masing-masing pemain menentukan hasil (outcome) permainan;
iv.
Setiap outcome
berhubungan dengan sejumlah pembayaran (payoff) numerical kepada
tiap-tiap pemain. Payoff ini merepresentasikan nilai outcome bagi masing-masing pemain.
Meskipun istilah-istilah yang digunakan berbeda, namun cakupan dari
elemen-elemen ini sama; mereka setidaknya meliputi (a) pemain, (b) perbuatan (action/strategy),
dan (c) hasil (payoff/outcome).
b. Sejarah
Perkembangan Game Theory
Ide yang melatari game theory telah wujud sepanjang sejarah; ia
telah muncul dalam Injil, Talmud, dan karya-karya Descartes dan Sun Tzu.[6] Beberapa kajian pertama
berkenaan permainan dalam literatur ekonomi adalah karya-karya Cournot (1838),
Bertrand (1883), dan Edgeworth (1925). Ketiganya membahas tentang penetapan
harga dan produksi pasar oligopoli, namun mereka hanya dianggap sebagai model
khusus yang tidak berlaku secara umum, sehingga mereka belum mampu mengubah
cara pandang para ekonom terhadap masalah-masalah yang ada.[7]
Secara ringkas, guru
besar ekonomi Yale University, Dirk Bergemann, menyampaikan perkembangan Game
Theory sebagai berikut:[8]
1. Pada tahun
1920-30 an
a. E. Zermelo
(1913) membahas tentang permainan catur, mengantisipasi langkah yang akan
dilakukan oleh lawan main.
b. E. Borel (1913)
membahas tentang mixed strategi. Ingat main gamsut jari?, jempol adalah
gajah, telunjuk adalah orang, kelingking adalah semut. Setiap kali permainan,
setiap kali itu pula kita menduga-duga aksi lawan main. Mixed strategi
adalah permainan tebak-tebakan sampai akhir, dalam Bahasa Inggrisnya “ keep
them guessing”,
2. Pada tahun
1940-50 an
a. J.v. Neumann
(1928) membahas tentang zero sum games yaitu suatu permainan dimana pemenang dapat
hadiah +5, yang kalah hilang -5, jadi bila dijumlahkan hasilnya 0. Zero Sum
Games adalah permainan “Bahagia diatas penderitaan orang lain”. Judi,
mencuri merupakan contoh klasik. Yang mencuri dapat dapat harta +7. yang dicuri
berkurang harta -7, bila dijumlahkan nihil. Dalam Bahasa Inggris disebut
“Win-Lose Game”.
Dalam ilmu fikih, judi adalah suatu permainan dimana satu
pihak harus menanngung beban pihak lain akibat hasil permainan tersebut. “Yang
kalah bayar lapangan ya” atau “Yang kalah traktir minum ya”.[9]
Masih ingat lagu “Harus Terpisah” Cakra Khan?
Aksi
|
Zero Sum (Nihil)
|
Ku berlari (+), Kau terdiam (-)
Ku menangis (-), Kau tersenyum (+)
Ku berduka (-), Kau bahagia (+)
Ku pergi (-), Kau kembali (+)
Ku coba meraih mimpi (+),
Kau coba tuk hentikan mimpi (-)
(“harus terpisah”, Cakra Khan)
|
Penjumlahan Nihil (Zero Sum)
Penjumlahan Nihil (Zero Sum)
Penjumlahan Nihil (Zero Sum)
Penjumlahan Nihil (Zero Sum)
Penjumlahan Nihil (Zero Sum)
|
b. J.v. Neumann dan
O. Morgenstern (1944) menulis buku Theory of Games and Behavior: Axiomatic
expected utility, zero sum games, cooperative game theory. Buku ini
bukan hanya mereformasi ekonomi saja, tapi juga bidang-bidang lainnya.
Bentuk-bentuk baru yang dikembangkan berdasarkan temuan ini digunakan sebagai
alat analisa fenomena dunia nyata, mulai dari kebijakan vaksinasi, negosiasi
gaji atlit, sehingga pilihan kebijakan yang optimal dari para kandidat
presiden.[10]
Dalam cooperative game, para pemain bekerja
(berkoalisi) untuk memenangkan permainan, untuk selanjutnya berbagi hadiah yang
akan diperolehnya. Ada dua pertanyaan dasar dalam cooperative game:
1) Dengan siapa
harus berkoalisi agar menang?
2) Bagaimana cara
berbagi hadiah ketika menang?
Sehingga dalam suatu
koalisi para pemain melakukan koordinasi untuk strategi dan cara berbagi hasil,
yang dituangkan dalam tiga kesepakatan:
1) Kesepakatan
strategy bersama untuk memenangkan permainan
2) Kesepakatan
kontribusi sumber daya bersama
3) Kesepakatan cara
berbagi hadiah.
c. J. Nash (1950)
Non Zero Sum Games. Masih ingat zero sum game-nya von Neumann? Permainan
“Menang-Kalah”? masih ingat ketika anak-anak rebutan laying putus? Yang dapat
layangan putus “menang” yang lainnya “kalah”. Situasi “Menang-Kalah” ini sering
kali menjadi situasi “kalah-kalah”. Anak-anak yang rebutan layangan putus
sering kali tidak terima dirinya kalah, sehingga strateginya adalah “kalua
bukan buat aku, daripada buat kamu, lebih baik buat hantu”. Maka dirobeklah
layangan tersebut.
Nah, Nash membahas bahwa ada permainan yang “Menang-menang”,
yang “win-win”. Permainan yang kedua pihak merasa senang bahagia.
Masih ingat kisah Nabi Daud as. dan anak beliau, Nabi
Sulaiman as.? ketika dating kepada mereka seorang pemilik kebun dan seorang
pemilik kambing. Pemilik kebun mengeluh dan meminta ganti rugi karena
kambing-kambing memasuki dan merusak kebunnya.[11]
Mulanya Nabi Daud as. memutuskan pemilik kambing supaya
menyerahkan ternaknya kepada pemilik kebun sebagai ganti rugi disebabkan
ternaknya memasuki dan merusakkan kebun itu. Nabi sulaiman as. yang mendengar
keputusan bapaknya menyelanya: “wahai bapakku, menurut pandanganku, keputusan
itu sepatutnya berbunyi; kambing-kambing itu dipinjamkan kepada pemilik kebun
untuk dipelihara, diambil hasilnya dan dimanfaatkan bagi keperluannya. “pemilik
kambing harus memulihkan kembali kebun yang telah rusak itu. Manakala kebun itu
telah kembali seperti semula, maka pemilik kambing mendapatkan kembali
kambingnya, dan pemilik kebun mendapakan kembali kebunnya. Dengan cara demikian
masing-masing pihak tidak ada yang mendapat keuntungan atau menderita kerugian
lebih daripada sepatutnya”. Pendapat yang dikemukakkan Nabi Sulaiman as.
disetujui kedua pihak.[12]
Luce dan Raiffa memberikan contoh sehari-hari yang dikenal
sebagai Battle of Sexes[13].
Katakanlah ada sepasang suami isteri. Sang suami suka nonton sepak bola, sang
isteri suka nonton drama musical. Terjadilah perdebatan, sang suami mengajak
mengajak isterinya nonton sepak bola, sedangkan isterinya meyakinkan suaminya
untuk nonton drama musical. Di atas itu semua, bagi mereka yang paling penting
adalah nonton bersama. Sang suami lebih suka nonton bersama istrinya drama
musical daripada nonton sendirian sepak bola. Sang istri juga lebih suka nonton
sepak bola bersama suaminya daripada nonton drama musical sendirian. Keadaan
ini yang kita sebut non zero sum game.
Dalam film “A Beautiful Mind” yang menceritakan kisah John
Nash, digambarkan ketiak Nash berada di kedai minum, dan ada beberapa gadis
cantic. Nash berpikir bahwa semua orang yang ada di kedai minum itu ingin
mendekati gadis yang paling cantic. Namun semua itu ragu-ragu untuk mendekati
gadis tercantik itu karena berpikir pasti banyak yang ingin mendekati gadis
itu. Dalam analisis Nash, siapa yang berani mendekati gadis paling cantik itu,
dialah yang akan menjadi pacarnya, karena yang lain masih terus dalam
keragu-raguan.
Nash berpendapat, seorang individu akan melakukan aksi sesuai
dengan keyakinannya tentang aksi apa yang akan dilakukan lawan mainnya. Setiap
pemain akan akan melakukan aksi yang optimal bagi dirinya masing-masing dengan
mempertimbangkan aksi optimal apa yang akan dilakukan lawan mainnya. Inilah
yang disebut Nash Equilibrium.
Secara lebih formal Nash Equilibrium didefinisikan
sebagai:
“If there is a set of strategies with the property that no
player can benefit by changing her strategy while the other players keep their
strategies unchanged, then that set of strategies and corresponding payoffs
constitute the Nash Equilibrium.”[14]
Dalam Bahasa yang
lebih mudah Nash Equilibrium didefinisikan sebagai:
“A concept of game theory where the optimal outcome of a
game is one where no player has an incentive to deviate from his or her chosen
strategy after considering an oppenent’s choice. Overall, an individual can
receive no incremental benefit from changing actions, assuming other players
remain constant in their strategies. A game may have multiple Nash equilibria
or none at all.”[15]
Dalam Bahasa sehari-hari,”Perhitungkan dengan cermat, kemudian lakukan
dnegan yakin. Dalam Al-Qur’an disebutkan.
…فَإِذَا
عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ …١٥٩
“…Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. . .”
(Q.S. Ali Imran ayat 158)
Selanjutnya,
pengembangan Prisoner’s Dilemma oleh Tucker dan tulisan Nash (1950)
berkenaan dengan definisi dan eksistensi ekuilibirium meletakkan dasar bagi game
theory non-kooperatif modern. Hasil yang didapatkan oleh Nash ini kemudian
dikenal dengan Nash equilibrium. Pada masa yang sama, karya tulis Nash,
Shapley (1953), dan Gillies dan Shapley (1953) memberikan hasil-hasil penting
dalam game theory kooperatif.[16]
3. Pada tahun 1960-an
a. R. Selten (1965, 1975) membahas tentang dynamic
games dan subgame perfect equilibrium. Bila Nash membahas “one-shot
game”, permainan satu kali main. Maka Selten membahas permainan yang dilakukan
berulang kali (repeated games), sehingga analisisnya dinamis.
Teori permainan terus-menerus mengalami
perkembangan, sehingga pada tahun 1970-an, game theory digunakan untuk
menganalisa situasi-situasi strategis dalam beragam bidang, termasuk ekonomi,
politik, hubungan internasional, bisnis, dan biologi.[17] Karya-karya Selten (1965)
Dalam
analisis yang dinamis inilah kemudian Selten merumuskan subgame perfect
equilibrium (subgame perfect Nash equilibrium). Bila dalam tiap
permainan (kita sebut subgame) pemain melakukan Nash equilibrium, maka secara
keseluruhan permainan akan subgame perfect Nash equilibrium. Dalam
Bahasa aslinya, Selten (1965) merumuskan:[18]
“A
Nash equilibrium is subgame perfect if the players’ strategies constitute a
Nash equilibrium in every subgame”.
Dalam
Bahasa mudahnya,” kalua mau jadi juara kompetisi sepak bola, gak usah kelewat
jauh mikirin pertandingan kesekian-kesekian lah. Menangin aja tiap
pertandingan, ntar juga bakalan jadi juara”. Bila tiap game dilakukan dengan
sungguh-sungguh sesuai Nash equilibrium, maka tidak perlu khawatir. Dalam
Al-Qur’an disebutkan:
فَإِذَا
فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ ٧ وَإِلَىٰ
رَبِّكَ فَٱرۡغَب ٨
“7.Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. “8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap” (Q.S. AL-Insyirah ayat 7-8).
b. J. Harsanyi (1967, 1968) berkontribusi
terhadap pengembangan teori ini.[19] Dan juga membahas tentang games of incomplete
information. Coba bayangkan kalau kita harus menduga-duga reaksi lawan main
kita, padahal kita sama sekali tidak mengenalnya.
Haransyi
membedakan antara Incomplete Information (Tidak Lengkap) dan Imperfect
Information (Tidak Sempurna) Games. Antara Complete Information dan
Perfect Information.[20]
Dalam Imperfect
Information Game, para pemain saling mengenal, dapat menduga strategi apa
yang akan digunakan lawan main, prefensi lawan main. Jadi informasi tentang
lawan main telah lengkap (complete) namun tidak sempurna sehingga kita
hanya dapat menduga-duga strategi apa yang akan digunakan. Dala istilah
Harsanyi: informasi tentang “personal moves” dan “chance moves” pada masa lalu
tidak diketahui sempurna. Dalam Bahasa sehari-harinya “saya kenal, tapi tidak
kenal tetap”.
Harsanyi
mendefenisikan perfect information adalah:
“Thus,
in games with perfect information, all players will have full information at
avery stage of the game about all moves made at earlier stages,
including both personal moves and chance moves”.
Dalam Incomplete
Information Game, pemain atau salah satu pemain tidak mengenal karakter
lawan mainnya dalam artian apakah lawan mainnya itu memahami aturan permainan
yang disepakati sehingga sulit menebak strateginya, preferensinya. Dalam
istilah Harsanyi, karakter disebut sebagai “basic mathematical structure of
the game”. Dalam Bahasa sehari-harinya “saya tidak kenal”.
4. Pada tahun 1970-an merupakan fase pertama
diterapkannya game theory (dan information economics) dalam
berbagai bidang kajian ekonomi. Sejak pemetaannya oleh von Neumann, game
theory telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kontribusi Schelling
(1960) dan Luce dan Raifa (1957) turut serta menjadi referensi utama dalam
bidang ini.[21]
Saat ini, game theory digunakan untuk menganalisa berbagai masalah dalam
bidang-bidang yang beragam dan terus-menerus mengalami pengembangan.
Berikut ini disajikan contoh klasik game
theory.
a. Prisoners’ Dilemma[22]
Konsep prisoners
dilemma dikembangkan pertama kali oleh Merril Flood and Melvin Dresher dari
lembaga riset RAND Corporation yang kemudian dirumuskan secara formal oleh ahli
matematika Albert Tucker dari Princenton University.
Gambaran paling sederhana dari teori permainan
adalah prisoner’s dilemma. Dalam skenario ini, polisi telah menangkap
dua orang tersangka kejahatan. Namun, pihak kepolisian tidak memiliki bukti
kuat untuk menghukum mereka, kecuali apabila salah satu atau keduanya mengaku.
Kedua tersangka ini lalu ditahan di dalam sel terpisah yang tidak memungkinkan
mereka untuk saling berkomunikasi dan berkonspirasi. Akhirnya, kedua tahanan diberikan
tiga pilihan:
i.
Jika tidak ada
yang mengaku, maka mereka akan dikenakan hukuman penjara selama enam tahun;
ii.
Jika keduanya
mengaku, maka mereka akan dihukum penjara selama dua tahun;
iii.
Jika hanya salah
satu dari mereka yang mengaku, maka tahanan yang mengaku hanya akan dihukum
satu tahun, sedangkan yang satunya lagi akan dihukum penjara selama sembilan
tahun.
Skenario ini dapat digambarkan dalam matriks payoff berikut:
Tahanan 2
|
M
|
TM
|
Tahanan 1
|
M
|
2, 2
|
1, 9
|
TM
|
9, 1
|
6, 6
|
Kedua tahanan memiliki dua pilihan: mengaku (M) atau
tidak mengaku (TM). Payoff yang akan diterima oleh tahanan 1 tergantung
pada keputusan yang diambil oleh tahanan 2, dan demikian pula sebaliknya. Jika
keduanya mengaku, sebagaimana yang telah disebutkan dalam skenario 1, maka
keduanya akan mendapatkan hukuman penjara selama dua tahun (dalam matriks ditanda dengan [-1,
-1], dimana [tahanan 1, tahanan 2]). Jika tahanan 2 mengaku, sedangkan tahanan
1 mengaku, maka tahanan 2 akan dipenjara selama satu tahun, sedangkan tahanan 1
akan dipenjara selama sembilan tahun.
B.
Bentuk Representasi
Game
Sebuah game dapat direpresentasikan dalam dua bentuk
sederhana, yaitu dalam bentuk normal atau strategis (strategic form) dan bentuk ekstensif (extensive form).
Berikut akan dijelaskan definisi, aplikasi, dan kegunaan dari masing-masing
bentuk.
a.
Game dalam
Bentuk Normal (Normal form)
Game dengan
jenis ini juga dikenal dengan sebutan bentuk strategis (strategic form)
atau matriks (matrix form). Dalam gambaran ini, setiap pemain memilih
sebuah strategi secara bersamaan, dan kombinasi dari strategi yang telah
dipilih oleh tiap pemain menentukan hasil yang akan diterima oleh masing-masing
pemain.[23] Strategic form
menekankan pada kombinasi hasil, dan biasanya direpresentasikan dengan
menggunakan matriks, sebagaimana yang telah digambarkan di atas berkenaan prisoner’s
dilemma. Solusi dilema tahanan ini akan dijelaskan kemudian di bagian Nash
equilibrium.
b.
Game dalam
Bentuk Ekstensif (Extensive form)
Extensive form
menggambarkan permainan secara lebih mendetil. Ia digunakan untuk
merepresentasikan permainan di mana para pemain tidak menjalankan strategi
secara bersamaan. Bentuk ini lebih rumit, karena para pemain melaksanakan
strategi masing-masing secara bergilir. Setiap pemain tahu kapan mereka akan
bergerak, apa hasil yang lahir dari keputusan mereka, dan apa yang akan mereka
dapatkan akibat dari strategi yang mereka ambil.[24] Akibatnya, setiap pemain dapat mengambil
keputusan terbaik berdasarkan informasi dan strategi yang telah diambil oleh
pemain sebelumnya.
Bentuk ini
digambarkan dengan diagram pohon, atau disebut juga dengan game tree. Meskipun
demikian, permainan yang direpresentasikan akan selalu dapat dikonversi ke
model matriks.[25]
Contoh sederhana dari bentuk ini adalah permainan entry deterrence.
Harum adalah
sebuah binatu yang sudah lama berdiri di Gampong Bunga. Ia memiliki pemasukan
yang konsisten dan harga yang tetap. Wangi, sebuah binatu baru, bermaksud untuk
mendirikan usahanya di desa tersebut dan masuk ke dalam pasar yang dimonopoli
oleh Harum. Permainan ini dapat digambarkan dengan game tree berikut:
Wangi
|
Masuk
|
Keluar
|
-10, 30
|
Harum
|
Biarkan
|
Lawan
|
10, 50
|
0, 40
2
|
Diam
|
Modal pertama yang harus dimiliki oleh Wangi adalah
sebesar Rp 40 juta. Harum memiliki pilihan untuk membiarkan Wangi masuk atau
melawannya. Harum dapat menaikkan harga untuk mengakomodasi Wangi, atau
menurunkan harga untuk melawannya. Seandainya Wangi memutuskan untuk masuk,
maka Harum dapat melawannya dengan menurunkan harga, sehingga Harum mendapatkan
keuntungan sebesar Rp 30 juta, dan Wangi mendapatkan kerugian sebesar Rp 10
juta, lantaran ia telah mengeluarkan modal sebesar Rp 40 juta di awal. Jika Harum
mengakomodasi Wangi, mereka akan mendapatkan yang sama, yaitu Rp 50 juta per
binatu; namun, karena modal tadi, Wangi hanya mendapatkan Rp 10 juta.
Wangi akan mendapatkan hasil terbaik apabila ia masuk dan
Harum membiarkannya, sedangkan hasil terbaik bagi Harum adalah jika Wangi tidak
masuk ke dalam pasar tersebut. Jika dilihat kembali, Wangi jelas akan masuk ke
dalam pasar ini, karena menurutnya, Harum akan membiarkannya alih-alih
melawannya, lantaran membiarkannya masuk adalah tindakan yang lebih menguntungkan
bagi Harum.
Argumen semacam ini dikenal dengan istilah backward
induction. Dalam solusi semacam ini, seorang pemain, ketika ia ingin
bergerak, akan terlebih dahulu mendeduksi strategi yang akan diambil secara
rasional oleh lawannya. Berdasarkan deduksinya ini, ia akan mengambil langkah
yang akan menguntungkannya.[26]
C.
Solusi dalam Game Theory
a.
Nash Equilibrium
Pada tahun 1951, John Nash mengemukakan bahwa setiap
permainan non-kooperatif memiliki setidaknya satu titik equilibrium. Inilah
yang kemudian akan dikenal dengan Nash equilibrium. Nash equilibrium adalah seperangkat strategi yang
diambil oleh masing-masing pemain yang memberikan hasil terbaik bagi tiap
pemain.[27]
Suatu kumpulan strategi disebut demikian jika tidak ada pemain yang dapat
meningkatkan payoff-nya dengan mengubah strateginya sementara pemain
satunya lagi tetap konsisten dengan strateginya sendiri. Konsep solusi ini akan
lebih mudah dipahami dalam contoh dilema tahanan di atas.
Tahanan 2
|
M
|
TM
|
Tahanan 1
|
M
|
2, 2
|
1, 9
|
TM
|
9, 1
|
6, 6
|
Terdapat empat skenario di dalam matriks ini:
i.
Seandainya tahanan 1 dan 2 tidak mengaku, maka
keduanya akan dihukum penjara 6 tahun. Jika diperhatikan, tahanan 1 masih dapat
mendapatkan hasil yang lebih baik jika ia mengaku, sehingga di sini, strategi
yang diambil oleh kedua pemain tidak memenuhi ekuilibiria Nash.
ii. Tahanan 1
mengaku dan tahanan 2 tidak mengaku: skenario ini juga bukan merupakan
ekuilibiria Nash, karena tahanan 2 masih dapat mendapatkan hasil yang lebih
baik dengan mengubah strategi.
iii. Tahanan 1 tidak
mengaku dan tahanan 2 mengaku: juga bukan ekuilibiria Nash, karena tahanan 1
masih dapat mendapatkan payoff yang lebih baik.
iv. Tahanan 1 dan 2
mengaku: skenario ini merupakan Nash equilibirium, karena kedua pemain
tidak lagi dapat mendapatkan hasil yang lebih baik.
Dari
sini, dapat disimpulkan bahwa Nash equilibirium itu merupakan kombinasi
strategi masing-masing pemain yang menghasilkan hasil terbaik bagi tiap pemain,
dengan mengambil kira keputusan yang diambil oleh pemain lainnya. Dalam dilema
tahanan di atas, mengaku menjadi dominant strategy, lantaran ia
merupakan respons terbaik terhadap semua strategy yang mungkin dipilih ole
pemain lainnya.[28]
Dalam
kasus Gayus Tambunan, kita dapat melihatnya secara menarik dengan Perspektif
Game theory. Mengingat mega kasus Gayus Tambunan melibatkan banyak pihak, sebagaimana
kata Gayus sendiri, “Saya hanya teri, kalau mau bongkar tangkap juga Big
fishnya”. Entah siapa yang dimaksud dengan big fish tersebut. Belakangan,
sejumlah nama mulai dikait-kaitkan dengan kasus Gayus, antara lain Aburizal
Bakrie, Denny Indrayana (Satgas Anti Korupsi), Susno Duadji, Jaksa Cirus
Sinaga, dan sejumlah pembesar dalam tubuh Ditjen Pajak. Pengakuan Gayus tentang
adanya “Big fish” sebenarnya dapat menjadi acuan untuk menindaklanjuti dengan
menanyakan kepada Gayus siapa big fish yang dimaksud. Belum lagi, pengakuan
Gayus baru-baru ini tentang keterlibatan Deny Indrayana dalam kepergiannya ke
Siangapura untuk mempolitisasi kasus Gayus Tambunan dan keterlibatan CIA
membuat kasus ini semakin menarik juga semakin berbelit. Jika menggunakan perfektif
Game theory, sebenarnya mudah bagi Presiden yang selalu mengaku berada di garis
terdepan pemberantasan korupsi serta bagi KPK dan Kepolisian untuk segera
menyelesaikan kasus Gayus. Paksa Gayus untuk mengakui siapa saja yang
perusahaan yang memberinya uang milyaran dan benarkah tentang keterlibatan
Bakrie. Atau jangan-jangan ini hanya akal-akalan Denny indrayanayang tidak lain
pesuruh SBY untuk mempolitisasi kasus Gayus demi kepentingan politik Demokrat
atau untuk menyandera Kasus Century Kejujuran Gayus hanya bisa ketika ancaman
ganjaran atas dirinya berat dan kemungkinan untuk mendapat keringanan bila
mengakui semuanya secara jujur. Dengan ancaman yang berat, tentu Gayus tidak
ingin menjadi tumbal sendiri ditengah permainan para Big fish. Tapi ya sudahlah,
di negeri para bedebah ini, kita tidak perlu berharap banyak. Hukuman 7 tahun
bagi Gayus mungkin saja merupakan pilihan paling maksimal bagi semuanya, dimana
Gayus yang semula dituntut 20 tahun hanya di vonis 7 tahun. Daripada 20 tahun
mending 7 tahun dengan asumsi tetap bungkam agar para big fish dapat melenggang
kangkung dengan aman. Toh juga para big fish tersandera dengan mega skandal
masing-masing. Saling khianat hanya akan merugikan semuanya.[29]
b.
Subgame Perfect Nash Equilibrium
Subgame adalah bagian dari extensive form,
mulai dari poin pengambilan keputusan hingga semua cabang yang muncul
seterusnya. Subgame perfect equilibrium adalah seperangkat strategi—satu
untuk tiap pemain—yang membentuk sebuah ekulibirium Nash pada setiap subgame.[30]
D.
Strategi dalam
Game
a.
Pure Strategy (Permainan
Strategi Murni)
Dalam permainan strategi murni, strategi optimal untuk
setiap pemain adalah dengan mempergunakan strategi tunggal. Dalam permainan
ini, pemain baris (maximizing player) mengidentifikasikan strategi optimalnya
melalui aplikasi kriteria maksimin (maximin). Sedangkan pemain kolom
(minimizing player) menggunakan kriteria minimaks (minimax) untuk
mengidentifikasikan strategi optimalnya. Dalam hal ini nilai yang dicapai harus
merupakan maksimum dari minimaks dan minimum dari maksimin kolom. Pada kasus
tersebut titik equilibrium telah dicapai dan titik ini sering disebut titik
pelana (saddle point).
Bila
nilai maksimin tidak sama dengan nilai minimaks, titik pelana tidak akan
dicapai, sehingga permainan tidak dapat dipecahkan dengan mempergunakan
strategi murni. Jadi, kasus ini harus dipecahkan dengan strategi campuran.
Sebagai
contoh lihat tabel dibawah ini.
Tabel
dibawah ini: matriks permainan dan penyelesaian dengan kriteria maksimin dan
minimaks.
Perusahaan B
|
Minimum
Baris
|
B1 B2 B3
|
A1
Perusahaan A
A2
|
1 9 2
8 5 4
|
1
4 ← maksimin
|
Maksimum
kolom
|
8 9 4
↑
minimaks
|
Kriteria maksimin : cari nilai-nilai minimum setiap baris. Maksimum diantara nilai-nilai
minimum tersebut adalah nilai maksimin. Untuk strategi ini, strategi optimal
adalah baris dimana terdapat nilai maksimin.
Dari tabel diatas nilai-nilai minimum kedua baris
adalah 1 dan 4. maksimum dari nilai-nilai minimum ini adalah 4, sehingga nilai
maksimin = 4.
Kriteria minimaks: cari
nilai-nilai maksimum setiap kolom. Minimum di antara nilai-nilai maksimum
tersebut adalah nilai minimaks. Untuk permainan strategi murni, strategi optimal
adalah kolom di mana terdapat nilai minimaks.
Dari tabel diatas, ada tiga nilai maksimum kolom
yaitu 8, 9, dan 4. minimum dari nilai maksimum ini adalah 4, sehingga nilai
minimaks = 4.
b. Mixed strategy (Permainan strategi campuran)
Tabel
dibawah ini: matriks permainan strategi campuran
Perusahaan B
|
Minimum Baris
|
B1 B2 B3
|
A1
Perusahaan A A2
A3
|
2 5 7
-1 2 4
6 1 9
|
2
← maksimin
-1
1
|
Maksimum
kolom
|
6 5 9
↑
minimaks
|
Dari tabel diatas, diketahui bahwa nilai maksimin
tidak sama dengan nilai minimaks. Oleh karena itu, tidak dapat diketemukan
titik pelana. Kemudian dengan menerapkan aturan dominan, dalam tabel, strategi
B3 didominasi oleh B2, sehingga kolom B3 dapat dihilangkan. Setelah kolom B3
dihilangkan, dapat diketahui juga bahwa strategi A2 didominasi oleh strategi
A1. strategi A2 dihilangkan dari tabel.
Matriks
permainan telah berubah menjadi permainan 2×2, seperti tabel 8.4 di bawah ini.
Tabel
reduced game matrix.
Perusahaan B
|
Minimum baris
|
B1
|
B2
|
A1
Perusahaan A
A2
|
2
6
|
5
1
|
2 ← maksimin
1
|
Maksimum
kolom
|
6
|
5
↑
Minimaks
|
Pada
tabel diatas tidak ada titik pelana maka permainan dapat dipecahkan dengan
menerapkan konsep strategi campuran. Penyelesaian permainan dapat dilakukan
dengan :
- Metoda grafik. Semua permainan 2 × n (yaitu, pemain baris mempunyai dua strategi dan pemain kolom mempunyai n strategi) dan permainan m×2 (yaitu pemain baris mempunyai m strategi dan pemain kolom mempunyai 2 strategi) dapat diselesaikan secara grafik. Untuk dapat menyelesaikan permainan ini secara grafik , dimensi pertama matriks permainan harus 2. tentang metoda ini dapat dibaca dalam buku dua.
- Metoda analisa. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan pola strategi-campuran agar keuntungan atau kerugian yang dialami kedua perusahaan adalah sama. Pola ini dikembangkan dengan menentukan suatu distribusi probabilitas untuk strategi-strategi yang berbeda. Nilai-nilai probabilitas ini memungkinkan untuk ditemukannya strategi campuran yang optimum. Nilai-nilai probabilitas dapat dihitung dengan cara berikut ini.
Untuk perusahaan A
Anggap
bahwa digunakan strategi A1 dengan Probabilitas p, dan untuk A3 dengan
probabilitas 1-p.
Anggap
bahwa B menggunakan strategi B1, maka keuntungan yang diharapkan A adalah:
Bila, apapun strategi yang digunakan A, perusahaan B
meresponnya dengan strategi S1, maka :
2p + 6(1-p)
= 2p + 6 – 6p = 6 – 4p
Bila, apapun strategi yang digunakan A, perusahaan B
meresponnya dengan strategi S2, maka :
5p + 1(1-p) = 5p + 1 – 1p = 1 + 4p
Bila kedua hasil persamaan tersebut digabung, maka :
6 – 4p = 1 +
4p
5 = 8p
P = 5/8
= 0,625
Dan apabila nilai p = 0,625, maka nilai (1-p) adalah
(1 – 0,625) = 0,375, sehingga kedua nilai probabilitas untuk strategi S1 dan S3
milik perusahaan A sudah diketahui nilainya. Apabila kedua nilai probabilitas
tersebut dimasukkan dalam kedua persamaan di atas, maka keuntungan yang
diharapkan oleh perusahaan A adalah :
Dengan persamaan ke-1 Dengan persamaan ke-2
= 2p + 6(1-p) =
5p + 1(1-p)
= 2 (0,625) + 6 (0,375) = 5 (0,625) + 1 (0,375)
= 3,5 =
3,5
Perhatikan, bahwa keduanya menghasilkan keuntungan
yang diharapkan adalah sama, yakni sebesar 3,5. Coba diingat di atas, bahwa
sebelum menggunakan strategi campuran ini keuntungan perusahaan A hanya sebesar
2, berarti dengan digunakan strategi campuran ini, keuntungan perusahaan A bisa
meningkat 1,5 menjadi 3,5.
Bagaimana dengan perusahaan B ?
Untuk perusahaan B
Dengan cara serupa, dapat dihitung pay off yang
diharapkan untuk perusahaan B. probabilitas untuk strategi B1 adalah q dan B2
adalah 1-q.
Bila, apapun strategi yang digunakan B, perusahaan A meresponnya
dengan strategi S1, maka :
2q + 5(1-q) =
2q + 5 – 5q = 5 – 3p
Bila, apapun strategi yang digunakan B, perusahaan A
meresponnya dengan strategi S3, maka :
6q + 1(1-q) =
6q + 1 – 1q = 1 + 5p
Bila kedua hasil persamaan tersebut digabung, maka :
5 – 3q = 1 +
5q
4 = 8q
Q = 4/8
= 0,5
Dan apabila nilai p = 0,5, maka nilai (1-p) adalah (1
– 0,5) = 0,5, sehingga kedua nilai probabilitas untuk strategi S1 dan S2 milik
perusahaan B sudah diketahui nilainya.
Apabila kedua nilai probabilitas tersebut dimasukkan
dalam kedua persamaan di atas, maka kerugian minimal yang diharapkan oleh
perusahaan B adalah :
Dengan persamaan ke-1 Dengan persamaan ke-2
= 2q + 5(1-q) =
6q + 1(1-q)
= 2 (0,5) + 5 (0,5) =
6 (0,5) + 1 (0,5)
= 3,5 =
3,5
Perhatikan, bahwa keduanya menghasilkan kerugian
minimal yang diharapkan adalah sama, yakni sebesar 3,5. Coba diingat di atas,
bahwa sebelum menggunakan strategi campuran ini kerugian minimal perusahaan B
adalah sebesar 5, berarti dengan digunakan strategi campuran ini, kerugian
minimal perusahaan B bisa menurun sebesar 1,5 menjadi 3,5.
- Metoda aljabar matriks
Metoda aljabar
matriks adalah cara lain untuk menyelesaikan suatu permainan yang mempunyai
matriks segi empat atau ordo 2 × 2.
B1
B2
A1
A2
Di mana Pij
menunjukkan jumlah pay off dalam baris ke I dan kolom ke j.
Strategi
optimal untuk perusahaan A dan B da nilai permainan (V), dapat dicari dengan
rumus-rumus berikut :
Strategi optimal A
Jadi dapat diketahui:
Dari hasil pencarian dengan rumus maka didapat :
Jadi, strategi yang optimal adalah
Jadi, nilai permainan (V)
Kesimpulan
Game theory atau
teori permainan adalah studi berkenaan tingkah-laku agen atau pemain dalam
mengambil keputusan, dimana keputusan seorang pemain akan mempengaruhi hasil
dari keputusan pemain lainnya. Pengambilan keputusan ini dianalisa dan dilihat
dari perspektif rasional.
Game theory memiliki
empat elemen penting: players, rules, outcome, dan payoffs.
Ide
yang melatari game theory telah wujud sepanjang sejarah; ia telah muncul dalam
Injil, Talmud, dan karya-karya Descartes dan Sun Tzu. Beberapa kajian pertama berkenaan permainan
dalam literatur ekonomi adalah karya-karya Cournot (1838), Bertrand (1883), dan
Edgeworth (1925). Ketiganya membahas tentang penetapan harga dan produksi pasar
oligopoli, namun mereka hanya dianggap sebagai model khusus yang tidak berlaku
secara umum, sehingga mereka belum mampu mengubah cara pandang para ekonom
terhadap masalah-masalah yang ada.
Pada
tahun 1944, John von Neumann dan Oskar Morgenstern meletakkan asas game theory
modern dalam buku mereka Theory of Games and Economic Behavior. Buku ini bukan
hanya mereformasi ekonomi saja, tapi juga bidang-bidang lainnya. Bentuk-bentuk
baru yang dikembangkan berdasarkan temuan ini digunakan sebagai alat analisa
fenomena dunia nyata, mulai dari kebijakan vaksinasi, negosiasi gaji atlit,
sehingga pilihan kebijakan yang optimal dari para kandidat presiden.
Selanjutnya,
pengembangan Prisoner’s Dilemma oleh Tucker dan tulisan Nash (1950) berkenaan
dengan definisi dan eksistensi ekuilibirium meletakkan dasar bagi game theory
non-kooperatif modern. Hasil yang didapatkan oleh Nash ini kemudian dikenal
dengan Nash equilibrium. Pada masa yang sama, karya tulis Nash, Shapley (1953),
dan Gillies dan Shapley (1953) memberikan hasil-hasil penting dalam game theory
kooperatif.
Teori
permainan terus-menerus mengalami perkembangan, sehingga pada tahun 1970-an,
game theory digunakan untuk menganalisa situasi-situasi strategis dalam beragam
bidang, termasuk ekonomi, politik, hubungan internasional, bisnis, dan biologi. Karya-karya Selten (1965) dan Harsanyi (1967)
berkontribusi terhadap pengembangan teori ini.
Sejak
pemetaannya oleh von Neumann, game theory telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Kontribusi Schelling (1960) dan Luce dan Raifa (1957) turut serta
menjadi referensi utama dalam bidang ini.
Saat ini, game theory digunakan untuk menganalisa berbagai masalah dalam
bidang-bidang yang beragam dan terus-menerus mengalami pengembangan.
Daftar Pustaka
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2015
Aumann, R.J dan Hart, S. (Ed.), Handbook of Game Theory with Economic
Applications, vol. 1 (Amsterdam: Elsevier Science BV, 2002),
Carmichael, F., A Guide to Game Theory, (Essex: Pearson Education,
2005),
Dirk Bergemann, (2009), Information Economics, Berlin:
Springer-Verlag
Fudenburg, D. dan Tirole, J., Game Theory, (Cambridge: MIT Press,
1995),
Gibbons, R., Game Theory for Applied Economists, (Princeton:
Princeton University Press, 1992),
Hart, S., Games in Extensive and Strategic Forms, dalam Aumann, R.J dan Hart, S. (Ed.), Handbook
of Game Theory,
http://www.kompasiana.com/iqbal_al_tombangi/kasus-gayus-dalam-perspektif-game-theory_550072cfa33311e072510f99
John Harsanyi,”Games with Incomplete Information”. Nobel Lecture, December
9, 1994.
Luce, R.D. and Raiffa, H. (1957) Games and Decisions: An Introduction
and Critical Survey, Wiley & Sons. (Chapter 5, section 3).
Mas-Colell, A. dkk., Microeconomic Theory, (New York: Oxford
University Press),.
Nicholson, W. dan Snyder, C. M., Intermediate Microeconomics and Its
Application, (Mason: Cengage Learning, 2010),
Osborne, M. J., An Introduction to Game Theory, (Oxford: Oxford
University Press, 2003),
Raoof, O. dan Al-Raweshidy, H., Theory of Games: An Introduction,
dalam Qiming, H. (ed.), Game Theory, (Rijeka: Sciyo, 2010),
Rasmusen, E., Games and Information: An Introduction to Game Theory,
(Oxford: Blackwell, 2005),
Richard Selten,”Multistage Game Models and Delay Supergames”. Nobel
Lecture. December 9, 1994
Roger McCain (2010), Game Theory: A Nontechnical Introduction to the
Analysis of Strategies, New Jersey. World Scientific
Straffin, P. D., Game Theory and Strategy, (Washington: the
Mathematical Association of America, 1993),
William Poundstone (1992), Prisoners Dilemma, New York: Doubleday
[1]
Aumann, R.J dan Hart, S. (Ed.), Handbook of Game Theory with Economic
Applications, vol. 1 (Amsterdam: Elsevier Science BV, 2002), hal. xi.
[2]
Mas-Colell, A. dkk., Microeconomic Theory, (New York: Oxford University
Press), hal. 219.
[3]
Ibid., hal. 219-220.
[4]
Rasmusen, E., Games and Information: An Introduction to Game Theory,
(Oxford: Blackwell, 2005), hal. 11.
[5]
Straffin, P. D., Game Theory and Strategy, (Washington: the Mathematical
Association of America, 1993), hal. 3.
[6]
Raoof, O. dan Al-Raweshidy, H., Theory of Games: An Introduction, dalam
Qiming, H. (ed.), Game Theory, (Rijeka: Sciyo, 2010), hal. 1.
[7]
Fudenburg, D. dan Tirole, J., Game Theory, (Cambridge: MIT Press, 1995),
hal. xi.
[8]
Dirk Bergemann, (2009), Information Economics, Berlin: Springer-Verlag
[9]
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2015. Hlm. 75
[10]
Raoof, O. dan Al-Raweshidy, H., Theory of Games…, hal. 2.
[11]
Ibid, 76
[12]
Q.S. Al-Anbiya’ ayat 78-79, menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing
telah merusak tanaman di malam hari. Maka yang punya tanaman mengadukan hal ini
kepada Nabi Daud as., Nabi Daud Kemudian memutuskan bahwa kambing-kambing itu
harus diserahkan kepada yang punya tanaman sebagai ganti-rugi tanaman-tanaman
yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman as. memutuskan agar kambing-kambing itu diserahkan
sementara kepada yang punya tanaman untuk diambil manfaatnya. Sedangkan orang
yang punya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanaman-tanaman yang
baru. Apabila tanaman itu telah dapat diambil hasilnya atau seperti keadaan
sebelumnya, mereka yang mempunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya
kembali. Keputusan Nabi Sulaiman as. ini adalah keputusan tepat.
[13]
Luce, R.D. and Raiffa, H. (1957) Games and Decisions: An Introduction and
Critical Survey, Wiley & Sons. (lihat Chapter 5, section 3).
[14]
Roger McCain (2010), Game Theory: A Nontechnical Introduction to the
Analysis of Strategies, New Jersey. Worl Scientific
[15]
www.investopedia.com
[16]
Rasmussen, E., Games and Information…, hal. 1.
[17] Carmichael, F., A Guide to Game Theory,
(Essex: Pearson Education, 2005), hal. 3.
[18]
Richard Selten,”Multistage Game Models and Delay Supergames”. Nobel Lecture.
December 9, 1994
[19]
Rasmussen, E., Games and Information…,
hal. 2.
[20]
John Harsanyi,”Games with Incomplete Information”. Nobel Lecture, December 9,
1994.
[21]
Mas-Collel, A. dkk, Microeconomic Theory, hal. 218.
[22]
William Poundstone (1992), Prisoners Dilemma, New York: Doubleday
[23]
Gibbons, R., Game Theory for Applied Economists, (Princeton: Princeton
University Press, 1992), hal. 2.
[24]
Hart, S., Games in Extensive and Strategic Forms, dalam Aumann, R.J dan Hart, S. (Ed.), Handbook
of Game Theory, hal. 20.
[25]
Straffin, P. D., Game Theory and Strategy, hal. 37.
[26]
Osborne, M. J., An Introduction to Game Theory, (Oxford: Oxford
University Press, 2003), hal. 156.
[27]
Nicholson, W. dan Snyder, C. M., Intermediate Microeconomics and Its
Application, (Mason: Cengage Learning, 2010), hal. 178.
[28]
Ibid., hal. 182.
[29]
http://www.kompasiana.com/iqbal_al_tombangi/kasus-gayus-dalam-perspektif-game-theory_550072cfa33311e072510f99
[30]
Ibid., hal. 197.
Terimakasih , Sangat membantu dan bermanfaat ..
BalasHapusJOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com