PENDAHULUAN
Inflasi sering kali berbentuk kenaikan
harga secara gradual
daripada ledakan kekacauan ekonomi. Semua mata uang negara baik dinar di negara-negara Arab, mata uang negara Inggris, Amerika, Eropa dll pasti
mengalami inflasi. Namun inflasi yang terjadi antar negara tidak selalu sama.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, misalnya adanya penurunan
produksi pertanian, industri, pajak berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, high labor cost, pengangguran, kemewahan
yang berlebihan, perang yang berkepanjangan, embargo, pemogokan pekerja dll.
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat
inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan
Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia
dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank
Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui
Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tentang
Sasaran Inflasi tahun
2013, 2014, dan
2015 tanggal 30
April 2012 sasaran inflasi
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2015, masing-masing
sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4%
masing-masing dengan deviasi ±1%.[1]
Mengapa inflasi terjadi? Pada saat tingkat
harga secara umum naik, pembeli harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk
jumlah barang dan jasa yang sama. Jika konsumen tidak dapat menemukan uang
lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelanjaannya, mereka
akan membatasi pembelian dengan membeli lebih sedikit yang kemudian pada
akhirnya akan membatasi kemampuan penjual untuk menaikkan harga. Kaum
monetarisberpedapat bahwa revolusi harga tidak akan terjadi jika tidak dibantu
oleh kenaikan penawaran uang yang berasal dari bullion emas dan perak yang diproduksi oleh ‘New World’ (Amerika , Australia, dan Afrika Selatan)
yang walaupun banyak juga emas dan perak akhirnya
ditumpuk oleh pribadi/ institusi sehingga keluar dari sirkulasi, ataupun jadi
perhiasan dan ornamen-ornamen untuk bangunan
istana dan katedral
serta banyak juga emas yang dibawa ke Asia dan tidak pernah kembali. Inflasi
dapat terjadi di manapun, terhadap mata uang apapun dan pada periode kapanpun.
Di Indonesia, perekonomian belum stabil,
inflasi tinggi masih sering terjadi. Banyak hal yang menyebabkan inflasi di
Indonesia, misalnya krisis global, kesalahan managemen, kurangnya produksi,
perubahan sistem ekonomi, dll. Berikut ini adalah grafik inflasi yang terjadi
pada tahun 2003- 2014.[2]
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi
didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil
memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama,
inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus
turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan
semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak
stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty)
bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan
bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam
melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik
yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga
menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat
memberikan tekanan pada nilai rupiah[3]
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Inflasi
Adapun definisi inflasi dalam Dictionary of Economics
didefinisikan dengan suatu peningkatan tingkat harga umum dalam suatu
perekonomian yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu.[4]
Secara umum Inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang/komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu.[5]
Samuelson dan Nordhaus dalam buku mereka Macro Economics
mendefinisikan inflasi dengan cukup pendek yaitu kenaikan tingkat harga umum.[6]
Adapun Bank Indonesia mendefinisikan inflasi dengan kecenderungan
dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.[7]
Aliminsyah dan Padji memberikan definisi inflasi sebagai berikut
“suatu keadaan yang menunjukkan jumlah peredaran uang yang lebih banyak dari
pada jumlah barang yang beredar, sehingga menimbulkan penurunan daya beli uang
dan selanjutnya terjadi kenaikan harga yang menyolok”.[8]
Boediono mendefinisikan inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk menaikan secara umum dan terus menerus. kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebahagian besar dari harga barang-barang
lain. Syarat adanya kecenderungan menarik yang terus menerus juga perlu
diingat. Kenaikan harga-harga karena misalnya musiman, menjelang hari-hari
besar atau terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak
disebut inflasi.[9]
Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang
menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitungan
moneter) terhadap barang-barang/komoditas dan jasa.[10]
Terjadinya perbedaan delam mendefinisikan inflasi ini dikarenakan
sebagian pakar ekonomi menjelaskan makna inflasi berdasarkan sebab yang
menimbulkan inflasi dan sebagian yang lain berdasarkan akibat yang ditimbulkan
oleh inflasi.[11]
Oleh karena itu, definisi inflasi konvensional yang dapat
disimpulkan ialah keadaan meningkat semua harga secara menyeluruh pada semua
barang /komoditas dan jasa dalam waktu terus-menerus, sampai menunjukkan jumlah
peredaran uang yang lebih banyak dari pada jumlah barang yang beredar, sehingga
menimbulkan penurunan daya beli uang dan selanjutnya terjadi kenaikan harga
yang menyolok.
Sedangkan Menurut Teori Inflasi Islam meskipun sebagian kalangan mengatakan bahwa Islam tidak mengenal
istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan digunakannya mata uang
dinar dan dirham. Penurunan nilai masih mungkin
terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu
mengalami penurunan, diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang
besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.
Menurut perfektif Al-Quran, sumber munculnya gejolak ekonomi, yang
ditunjukkan dengan inflasi yang tinggi adalah akibat penggunaan mata uang yang
menyimpang dari Al-Quran. Penyimpangan itu tidak lain adalah menjadikan mata
uang sebagai alat komoditi dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan.
Keuntungan itu disebut dalam Al-Quran dengan riba, baik riba nasi’ah maupun
riba fadhol.
2.
Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur
laju inflasi selama satu periode tertentu, diantaranya adalah[12] :
1.
Indeks
Harga Konsumen (Consumers Price Index)
Indeks harga konsumen adalah angka
indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli
konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung
harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu.
Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat
keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot yang
paling besar. Prinsip perhitungan inflasi berdasarkan IHK adalah sebagai
berikut:[13]
Inflasi=
Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah
dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga
dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar
tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
- Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)
Indeks harga perdagangan besar atau
yang lebih dikenal dengan indeks harga produsen melihat inflasi dari sisi
produsen dan lebih menitikberatkan pada sejumlah barang di tingkat perdagangan
besar. Ini berarti bahwa harga bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi
masuk dalam perhitungan. Ukuran yang dipakai dalam menghitung IHP adalah
penjualan.
Harga Perdagangan Besar dari suatu
komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar
pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar
pertama atas suatu komoditas. [14]
- GNP Deflator
Deflator GNP mencakup jumlah barang
dan jasa yang termasuk dalam perhitungan GNP. Deflator GNP diperoleh dengan
membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas harga
konstan) dan dengan demikian dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari
seluruh kompenen GNP (konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor
netto).
Deflaor GNP =
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa
yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
3.
Jenis Inflasi
Jenis jenis inflasi yang terjadi dapat dikelompokkan berdasarkan
sifat, sebab terjadinya,dan berdasarkan asalnya.
A.
Jenis inflasi menurut sifatnya[15]
Laju Inflasi dapat berbeda antara
satu negara dengan negara lain atau dalam satu negara dalam waktu yang berbeda.
Atas dasar besarnya laju inflasi maka dapat dibagi ke dalam tiga kategori
yaitu:
I.
Merayap
(Creeping Inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang
rendah (kurang dari 10% pertahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat,
dengan persentase yang kecit serta dalam jangka yang relatif lama.
II.
Inflasi
Menengah (Galloping Inflation)
Ditandai dengan kenaikan harga yang
cukup besar (tingkat keparahan diantara 10%-30% dalam satu tahun) dalam waktu
yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselarasi (harga dalam waktu
mingguan atau bulanan) efeknya terhadap perekonomian lebih besar dari pada
inflasi yang merayap (creeping inflation)
III.
Inflasi
Tinggi (Hyper Inflation)
Merupakan inflasi yang paling parah
akibatnya (tingkat keparahan diatas 100% dalam satu tahun). Harga-harga naik
sampai lima atau enam kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan
uang. Nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ingin ditukarkan dengan barang.
Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini
timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya
ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibelanjai/ditutup dengan mencetak uang.
B.
Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi[16]
I.
Demand full inflation (Inflasi
Tarikan Permintaan)
Inflasi
ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan
kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam
inflasi ini, kenaikan permintaan total dapat menaikkan harga dan dapat juga
menaikkan hasil produksi (output). Apabila
kesempatan kerja penuh ( full-employment)
telah tercapai; penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan
harga saja (sering disebut dengan inflasi murni). Apabila kenaikan permintaan
ini menyebabkan keseimbangan GNP berada diatas atau melebihi GNP pada
kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya“inflationary gap”. Inflationary gap inilah yang dapat menimbulkan
inflasi.
II.
Cost push inflation (Inflasi
Desakan Biaya)
Berbeda dengan demand full
inflation, cost push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta
turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini
timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregat supply)
sebagai akibat kenaikannya biaya produksi. Kenaikan biasa produksi ini dapat
timbul karena beberapa faktor diantaranya:
i.
Buruh
yang menuntut kenaikan upah
ii.
Industri
yang sifatnya monopolistis, manager dapat menggunakan kekuasaannya dipasar
untuk menentukan harga (yang lebih tinggi).
iii.
Kenaikan
harga barang baku industri.
Kenaikan biaya produksi pada
gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Kalau proses ini
berjalan terus maka timbullah cost push inflation
C.
Berdasarkan
Asal Inflasi[17]
I.
Domestic
Inflation atau inflasi yang berasal dari
dalam negeri.
Inflasi yang berasal dari dalam negeri yang
timbul misalnya karena deficit anggaran belanja
yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan sebagainya.
II.
Imported Inflation atau inflasi
yang tertular dari luar negeri.
Inflasi ini timbul
karena kenaikan harga-harga di luar negeri
atau Negara- negara langganan
berdagang. Kenaikan harga barang-barang yang diimpor mengakibatkan:
1.
Secara langsung menaikkan indeks biaya hidup
karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor.
2.
Secara tidak langsung menaikan indeks harga
melalui kenaikan ongkos produksi (dan kemudian, harga jual) dari berbagai
barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus di impor (cost
inflation).
3.
Secara tidak langsung
menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada kemungkinan (tetapi ini tidak
harus demikian) kenaikan harga barang- barang impor mengakibatkan kenaikan
pengelauaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga
impor tersebut (demand Pull Inflation).
4.
Efek Inflasi[18]
A.
Efek Terhadap
Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata,
ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntugkan dengan adanya inflasi.
Seseorang yang memproleh pendapatan tetap
akan dirugikan oleh adanya inflasi,
demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas. Sebaliknya pihak- pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya inflasi
adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentasi yang lebih
besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana
nilainya naik dengan persentasi lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan
demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian
pendapatan dan kekayaan masyarakat.
B.
Efek Terhadap Efisiensi (efficiency effects)
Inflasi dapat juga merubah pola alokasi faktor-faktor produksi.
Perubahan ini dapa terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam
barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi
beberapa barang tertentu. Sehingga megakibatkan alokasi faktor produksi menjadi
tidak efisien.
C.
Efek Terhadap Output (output effects)
Dalam menganalisis kedua efek diatas (equity dan eficiency effects) digunakan
suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui
effek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output
tertentu tersebut.
5.
Teori Inflasi[19]
Secara garis besar ada tiga kelompok teori
mengenai inflasi, masing- masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses
inflasi yan lengkap mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga.
Untuk menerapkannya kita harus menentukan aspek- aspek mana yang dalam
kenyataan penting di dalam proses inflasi di suatu negara, dan dengan demikian
dapat ditentukan teori mana/ kombinasi teori mana yang lebih sesuai untuk
diterapkan. Ketiga teori ini adalah teori kuantitas, teori Keynes dan teori
strukturalis.
a.
Teori Kuantitas
(Teori Irving Fisher)
Teori
kuantitas adalah teori yang paling tua. Teori ini menyoroti peranan dalam
proses inflasi dari jumlah uang beredar, psikologi (harapan) masyarakat
mengenai harga-harga (expectations).
i.
Inflasi hanya terjadi apabila ada penambahan
volume uang beredar baik kartal maupun giral. Tanpa kenaikan jumlah uang
beredar jika adanya kejadian gagal panen, misalnya, hanya akan menaikkan harga
untuk sementara waktu saja. Jika jumlah uang beredar tidak ditambah maka
inflasi akan terhenti dengan sendirinya apapun sebab kenaikan awal inflasi
tersebut.
ii.
Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan
jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai
kenaikan harga- harga di masa mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan, yaitu :
1)
Masyarakat tidak/ belum mengharapkan harga naik
pada bulan mendatang. Sebagian besar penambahan jumalah uang beredar digunakan
untuk memperbesar pos kas. Sebagian besar uang tidak dibelanjakan untuk
pembelian barang. Belum terjadi kenaikan permintaan barang yang berarti. Dalam
keadaan ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10 % diikuti dengan kenaikan
harga sebesar 1%. Masyarakat belum menyadari adanya inflasi.
2)
Masyarakat mulai sadar bahwa ada inflasi.
Penambahan jumlah uang beredar digunakan untuk membeli barang-barang untuk
menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang kas. Akibatnya
permintaan barang-barang akan naik sehingga memicu kenaikan harga. Kenaikan
jumlah beredar sebesar 10% diikuti dengan kenaikan harga sebesar 10%.
3)
Tahapan yang ketiga yaitu hiperinflasi.
Masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Masyarakat
mulai enggan memegang uang dan enggan untuk membelanjakannya. Keadaan ini
ditandai dengan semakin cepatnya peredaran uang (velocity of circulation yang
menaik). Kenaikan jumlah uang beredar sebesar 20% mengakibatkan kenaikan harga
sebesar 20%. Inflasi ini pernah terjadi di Indonesia pada Tahun 1961- 1966.
Hiperinflasi menghancurkan sendi-sendi ekonomi moneter dan sosial politik.
b.
Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas
teori makronya. Menurut teori ini inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini
adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang
menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh
masyarakat tersebut. Maksudnya adala keadaan ketika permintaan masyarakat atas barang-barang selalu
melebihi jumlah barang-barang
yang tersedia (inflationary gap).
Teori ini
mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh
terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami
inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar
bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyebabkan
bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan
suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan
akan melunakkan tekanan inflasi.
Analisa Keynes
mengenai inflasi permintaan dirumuskan berdasarkan konsep inflationary gap.
Menurut Keynes, inflasi permintaan yang benar-benar penting adalah yang
ditimbulkan oleh pengeluran pemerintah, terutama yang berkaitan dengan
peperangan, program investasi yang besar-besaran dalam kapital sosial. Dengan
demikian pemikiran Keynes tentang inflasi dapat dirumuskan menjadi :
Inflasi = f(jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, suku bunga, investasi)
c. Teori Strukturalis
Teori ini juga teori inflasi
jangka panjang, karena
menyoroti sebab-sebab
munculnya inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi terutama yang
terjadi di negara berkembang. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran
(inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang.
Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka
panjang. Disebut teori inflasi jangka panjang karena teori ini mencari
faktor-faktor jangka panjang manakah yang bisa mengakibatkan inflasi. Menurut
teori ini, ada 2 ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara sedang
berkembang yang bisa menimbulkan inflasi.
i.
Ketegaran yang pertama berupa
“ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh
secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini
disebabkan karena:
1)
Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor
negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan harga barang-barang
impor yang harus dibayar.
2)
Supply atau produksi barang-barang ekspor yang
tidak responsive terhadap kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang
tidak elastis).
ii.
Ketegaran yang kedua berkaitan dengan
ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri.
Proses Inflasi yang timbul karena dua ketegaran tersebut dalam praktek jelas
tidak berdiri sendiri. Umumnya kedua proses tersebut saling berkaitan dan
sering kali memperkuat satu sama lain.
Menurut Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad bin
al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun,
menggolongkan faktor penyebab inflasi dalam dua golongan yaitu :
1)
Natural Inflation,
Inflasi jenis ini
diakibatkan oleh sebab-sebab ilmiah yang tidak mampu dikendalikan orang.
Inflasi ini diakibatkan oleh turunnya penawaran agregat (AS) atau naiknya
Permintaan Agregatif (AD). Berdasarkan penyebabnya, natural inflation dapat dibedakan menjadi dua golongan berikut :
a.
Akibat uang yang masuk
dari luar terlalu banyak, dengan ekspor meningkat (X↑) sedangkan impor menurun
(M↓). Nilai net eksport yang sangat
besar mengakibatkan naiknya Permintaan Agregat (AD↑). Hal ini pernah terjadi
pada semasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab r.a. Pada masa itu, khalifah
pedagang yang menjual barang di luar negeri membeli barang dari luar negeri
lebih sedikit daripada nilai barang yang mereka jual. Kondisi ini mendatangkan
uang lebih yang dibawa pulang ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli
masyarakat naik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, khalifah Umar bin
Khattab r.a. melarang penduduk Madinah membeli barang atau komoditas selama 2
hari berturut-turut. Akibatnya, permintaan agregatif turun. Setekah pelarangan
tersebut berakhir, harga kembali normal.
b.
Akibat turunnya tingkat
produksi (AS↓) karena paceklik, perang, ataupun embargo, dan boikot. Hal ini
pernah terjadi semasa pemerintahan Khlaifah Umar bin Khattab. Saat itu terjadi
kelangkaan gandum, mengakibatkan naiknya harga gandum tersebut. Untuk
mengatasinya, Khalifah Umar r.a. mengimpor gandum dari Fustat, Mesir, sehingga
penawaran agregatuf (AS) barang di pasar kembali naik (AS↑) yang mengakibatkan
turunnya tingkat harga.
2)
Human Error Inflation
Adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
manusia sendiri (QS Ar-Rum ayat 41). “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Penyebab di antaranya:
•Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration)
•Pajak yang berlebihan (excessive tax)
•Pencetakan uang yang berlebihan (Escessive Seignorage)
[20]Bagaimana inflasi dalam perekonomian Islam? Sesungguhnya, apabila inflasi
didefinisikan dengan kecendrungan kenaikan harga-harga secara umum, maka akan
kita dapati bahwa dalam setiap perekonomian (apakah itu menggunakan sistem
ekonomi Kapitalis ataupun Islam) akan senantiasa ditemui permasalahan inflasi.
Hanya saja, terdapat perbedaan yang cukup signifikan (baik secara kuantitatif
maupun kualitatif) antara permasalahan inflasi yang ada di dalam perekonomian
Islam dengan yang ada di dalam perekonomian Kapitalis.
Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan itu adalah dikarenakan mata
uang yang digunakan dalam perekonomian Islam adalah bimetalik (dinar dan
dirham). Dimana dalam diri dinar dan dirham tersebut mempunyai sejumlah
keunggulan dibandingkan dengan mata uang kertas yang digunakan pada saat ini.
Salah satu keunggulan itu adalah adanya nilai intrinsik (nilai ini tidak
terdapat pada fiat money) yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, inflasi yang disebabkan faktor lemahnya mata uang (depresiasi
nilai) sebagaimana yang terjadi dalam perekonomian Kapitalis tidak akan terjadi
dalam perekonomian Islam.
6.
Pengaruh
Inflasi terhadap Perekonomian
Menurut para ekonom Islam, Inflasi berakibat sangat buruk bagi
perekonomian, karena[21]:
1)
Menimbulkan
gangguan terhadap fungsi uang
2)
Melemahkan
semangat dan sikap menabung dalam masyarakat
3)
Meningkatkan
kecenderungan untuk berbelanja terutama non-primer dan barang-barang mewah
4)
Mengarahkan
investasi pada hal yang non-produktif.
Dalam inflasi konvesional, Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merujuk kepada perkembangan kegiatan perekonomian suatu negara yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan
kemakmuran masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang
terjadi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai
keberhasilan pembangunan.
Dalam kegiatan ekonomi yang sebenarnya, pertumbuhan ekonomi
menunjukkan perkembangan ekonomi secara fisik yang terjadi di suatu negara,
seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri, perkembangan
infrastruktur, pertambahan jumlah fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit,
jalan, perkembangan barang manufaktur, dan sebagainya.
A.
Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi[22]
Pada prinsipnya tidak semua inflasi
berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi ringan yaitu
inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan justru dapat mendorong
terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semangat
pada pengusaha, untuk lebih meningkatkan produksinya.
Pengusaha bersemangat memperluas
produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi para pengusaha mendapat
lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi memberi dampak
positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak
negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen.
B.
Pengaruh Inflasi Terhadap
Hasil Produksi (Output)
a)
Hasil
produksi akan meningkat jika kenaikan harga barang-barang lebih cepat daripada
kenaikan gaji atau upah pekerja. Hal ini akan memberikan keuntungan pengusaha menjadi
lebih tinggi. Peningkatan keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha akan
mendorong pengusaha memproduksi lebih banyak sehingga hasil produksi pun
meningkat.
b)
Hasil
produksi akan menurun jika inflasi sudah terlalu tinggi (hiperinflasi).
Ketika terjadi hiperinflasi, masyarakat tidak suka memiliki uang tunai, karena
nilai uang riil yang dipegang menjadi semakin rendah. Daya beli uang menjadi
rendah. Karena sebagian masyarakat tidak memegang uang tunai, sebagian
pertukaran cenderung dilakukan dengan cara barter. Hal ini membuat produsen
tidak bersemangat memproduksi sebab hasil produksi akan kurang laku, dan akibat
selanjutnya hasil produksi pun turun.
C.
Pengaruh Inflasi Terhadap
Bentuk Penanaman Modal, Investasi
Pada masa inflasi terjadi, para
pemilik modal atau investor lebih suka menanamkan modalnya dalam bentuk
pembelian harta-harta tetap seperti tanah dan rumah serta benda-benda berharga
lain seperti emas dan mutiara. Pada masa inflasi ini, nilai barang akan terus
naik atau semakin mahal, sedangkan nilai uang atau daya beli uang akan semakin
turun. Oleh karena itu, pada masa inflasi para pemilik modal akan berusaha
menyelamatkan uang mereka dengan cara membeli harta-harta tetap dan benda-
benda berharga lainnya.
D.
Pengaruh Inflasi Terhadap
Perdagangan Internasional
Jika di dalam negeri terjadi inflasi, harga
produk dalam negeri akan lebih mahal dibandingkan produk dari luar negeri.
Keadaan ini akan menyebabkan produk domestik akan lebih sulit bersaing dengan
produk-produk impor. Akibatnya, nilai ekspor akan lebih kecil daripada nilai
impor, sehingga neraca perdagangan mengalami defisit, dan defisit ini dapat
menghabiskan cadangan devisa negara.
E.
Pengaruh Inflasi Terhadap Pendapatan Masyarakat[23]
Untuk masyarakat yang berpendapatan tetap,
terjadinya inflasi sangat merugikan
karena pendapatan riil menurun. Sedangkan bagi masyarakat yang berpendapatan
tidak tetap, inflasi bisa sangat merugikan atau bisa juga tidak merugikan.
Untuk masyarakat yang berpendapatan rendah dan tidak tetap, inflasi jelas
sangat merugikan mereka.
Sedangkan untuk masyarakat yang berpendapatan
cukup tinggi dan tidak tetap seperti para pengusaha besar, inflasi dianggap
tidak terlalu merugikan. Terutama jika pendapatan pada masa inflasi mengalami
kenaikan yang persentasenya lebih besar dibandingkan persentase kenaikan
inflasi.
7.
Pengendalian
Inflasi[24]
A.
Kebijakan
Moneter
Kebijakan ini adalah kebijakan yang berasal
dari bank sentral dalam mengatur jumlah uang yang beredar melalui
instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral. Melalui
instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat di
kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Kebijakan Moneter
dapat dilakukan melalui instrument berikut ini:
a. Politik
Diskonto (discount policy) adalah politik
bank sentral untuk memengaruh peredaran uang dengan jalan menaikkan dan
menurunkan tingkat bunga. Dengan menaikkan tingkat bunga diharapkan jumlah uang
yang beredar di masyarakat akan berkurang karena orang akan lebih banyak
menyimpan uangnya di bank daripada menjalankan
investasi.
b. Politik Pasar Terbuka (open market policy) dijalankan dengan
membeli dan menjual surat-surat berharga. Dengan menjual surat-surat berharga
diharapkan uang akan tersedot dari masyarakat.
c. Politik Persediaan Kas (cash ratio policy) adalah politik Bank
Sentral untuk memengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan
persentase persediaan kas dari bank. Dengan dinaikkannya persentase persediaan
kas, diharapkan jumlah kredit akan berkurang.
d. Pengawasan kredit secara selektif adalah kebijakan Bank sentral
untuk memberikan kredit secara selektif
untuk membatasi uang yang beredar dimasyarakat.
B.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan financial pemerintah. Kebijakan
fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut ini:
a.
Pengaturan
Pengeluaran Pemerintah (APBN), sehingga pengeluaran keseluruhan dalam
perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak akan menambah pengeluarannya
agar anggaran tidak defisit.
b.
Menaikkan
Pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya
karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak, dan juga akan mengakibatkan
penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli
masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang
bersifat konsumtif tentunya berkurang.
8.
Inflasi Dalam Persfektif Islam
Dalam
Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar
dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh
Islam.Dinar dan dirham adalah harga barang .Harga adalah ukuran nilai harta ,
karenanya wajib bersifat spesifik dan akurat, tidak naik turun. Kalau naik
turun maka tidak bisa lagi menjadi unit ukur yang bisa mengukur nilai.[25]
Adhiwarman
Karim mengatakan bahwa Syekh An-Nabhani memberikan beberapa alasan mengapa mata
uang yang sesuai itu adalah dengan menggunakan emas: Ketika Islam melarang
praktek penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan tersebut untuk
emas dan perak, padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan
sebagai kekayaan.
Islam
telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah,
ketika Islam mewajibkan diyat maka yang dijadikan sebagai ukurannya adalah
dalam bentuk emas.
Sistem
peredaran uang ini tidak boleh melanggar syariat sehingga melahirkan ketidak
adilan, kezhaliman dan kemaksiatan.[26] Rasulullah
telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan hanya
emas dan perak sebagai standar uang. Pencetakan uang Dinar dan Dirham ini
pertama kali di Granada-Spanyol, salah satu kota bekas wilayah kekhalifahan
islam Andalusia, kemudian disebarkan ke 22 negara oleh para Murabitun.[27]
Ketika
Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan nishab
emas dan perak.
Hukum-hukum
tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan
dengan emas dan perak, begitupun dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan
dengan emas dan perak.
Penurunan nilai
dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang
menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan. Diantaranya akibat
ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali
kemungkinannya. Kondisi defisit pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan ini
hanya terjadi satu kali yaitu sebelum perang Hunain. Walaupun demikian
Al-Maqrizi membagi inflasi ke dalam dua macam yaitu inflasi akibat berkurangnya
persediaan barang dan inflasi akibat kesalahan manusia. Inflasi jenis pertama inilah
yang terjadi pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, yaitu karena
kekeringan atau karena peperangan. Inflasi akibat kesalahan manusia ini
disebabkan oleh tiga hal yaitu korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang
memberatkan, serta jumlah uang yang berlebihan. Kenaikan harga-harga yang
terjadi adalah dalam bentuk jumlah uangnya, bila dalam bentuk dinar jarang
sekali terjadi kenaikan.[28]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inflasi merupakan kondisi kenaikan harga barang
dan jasa secara umum dan terus menerus. Inflasi pada dasarnya
mengukur perubahan kenaikan harga dari waktu ke waktu, baik bulanan,
triwulanan, maupun tahunan.
Inflasi yang terjadi digolongkan bermacam-macam
berdasarkan penyebabnya: Berdasarkan Tingkat Keparahan atau Laju Inflasi (Inflasi
ringan, Inflasi sedang, Inflasi berat, Hiperinflasi), Berdasarkan penyebab awal
inflasi (Demand Pull Inflation, Cost Push Inflation), Berdasarkan asal inflasi
(Domestic Inflation, Imported Inflation).
Ada 3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas
menekankan bahwa penyebab utama inflasi adalah pertambanahn jumlah uang beredar
dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori
Keynes: inflasi terjadi karenan masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
ekonominya.. Teori strukturalis: sebab inflasi adalah dari ketidakelastisan
struktur ekonomi.
Pengaruh Inflasi terhadap perekonomian adalah
Inflasi Menggalakkan Penanaman Modal Spekulatif, Tingkat Bunga Meningkat dan
Akan Mengurangi Investasi, Inflasi Menimbulkan Ketidakpastian Keadaan Ekonomi
dan Masa Depan. Menimbulkan Masalah Neraca
Pembayaran. Pengaruh Inflasi Terhadap Individu dan Masyarakat adalah
Memperburuk Distribusi Pendapatan, Pendapatan Riil Merosot, Nilai riil tabungan merosot
Upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi
inflasi menggunakan kebijakan moneter (Politik Diskonto, Politik Pasar terbuka,
Politik Persediaan Kas, Pengawasan kredit secara selektif) dan Kebijakan Fiskal
(Pengaturan Pengeluaran Pemerintah, Menaikkan Pajak)
Daftar Pustaka
Ahmad
Hasan. Al Auraq Al Naqdiyah Fi Al- Iqtishad Al Islamy (Qimatuha wa Ahkamuha)
(Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2005).
Aliminsyah, Padji. Kamus Istilah,
Jakarta. 2001
Arimurti,
Budi Trisnanto. Persistensi Inflasi Di Jakarta dan Implikasinya terhadap
kebijakan pengendalian Inflasi Daerah
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2011. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999 Universitas Kristen Petra.
Boediono, Ekonomi Makro Edisi
4, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. 1998
Bank Indonesia,
“Tinjauan Kebijakan Moneter”, 2008-2012.
Dictionary of
Economics
Dornbusch, Rudiger, Stanley Fisher dan Richard Startz. Macroeconomic
Four Edition. Singapura: McGraw-Hill. 2008
Gujarati, Damodar. Basic Econometrics. United State Military
Academy, Mc Graw Hill , New York, 2003.
Hatta, Muhammad, Telaah Singkat Pengendalian Inflasi Dalam
Perspektif Kebijakan Moneter Islam, Publikasi: Jurnal Ekonomi Ideologis,
2008
Karim, Adiwarman, Ekonomi Makro Islam, Depok : PT Raja Grafindo Persada. 2006
Mamik Wahjuanto (2010). Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Laju Inflasi.
Mankiw, N.G.,“Teori Makroekonomi”, Edisi
Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. 2003
Nanga, Muana, Makroekonomi, Edisi1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
2001
Nopirin,
1987, Ekonomi Moneter Buku 2,
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Rafiq al-Masri;a paper submitted in the
Second Workshop on Inflation: Inflation and Its Impact on Societies – The
Islamic Solution; Kuala Lumpur 1996
Samuelson, P.A., Nordhaus, W. D., 2004, “Ilmu
Makroekonomi”, Edisi Tujuh Belas, PT. Media Global Edukasi, Jakarta
Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori
Makroekonomi”, Ed. Kedua, Cet. 11, Jakarta, 2000.
Tinjauan
Kebijakan Moneter, April2015, http://www.bi.go.id
http://www.jurnal-ekonomi.org/2008/06/16/telaah-singkat-pengendalianinflasi-dalam-perspektif-kebijakan-moneter-islam/
[1]
http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/bi-dan-inflasi/Contents/Penetapan.aspx
[2] http ://
www.bi.go.id
[3] http://www.bi.go.id/id/moneter/koordinasi-pengendalian-inflasi/Contents/Default.aspx
[4] Dictionary of
Economics, hal. 303
[5] Adiwarman A.
Karim. Ekonomi Makro Islam. Cet 5. (Jakarta: RajaGrafindo Persada). Hlm.
135
[6] Paul A.
Samuelson dan William D. Nordhaus. Macro Economics, hal. 307
[7]
http://www.bi.go.id
[8] Aliminsyah dan
Padji. Kamus Istilah., hal. 370
[9] Boediono
(2001). Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta.
[10] Dauglas
Greenwald. Ed. Encyclopedia of Wconomic (New York: McGraw-Hill. Inc.,
1982). Hlm. 510.
[11] Ahmad Hasan. Al
Auraq Al Naqdiyah Fi Al- Iqtishad Al Islamy (Qimatuha wa Ahkamuha) (Mata Uang
Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami), (Jakarta: Rajawali
Pers, 2005), hal. 273-274
[12] http://www.bi.go.id
[13] Manurung,
2001:45
[14] [Penjelasan
lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik
www.bps.go.id]
[15] Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter Buku 2,
Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, hlm. 27
[16] Nopirin, 1987,
Ekonomi Moneter Buku 2, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta), hlm. 28- 31
[17] Boediono, 1998,
Ekonomi Makro Edisi 4, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, hlm.158
[18] Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter Buku 2, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, hlm.32-34
[19] Boediono,
1998, Ekonomi Makro Edisi 4,
Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, hlm.160-170
[20]http://www.jurnal-ekonomi.org/2008/06/16/telaah-singkat-pengendalianinflasi-dalam-perspektif-kebijakan-moneter-islam/
[21] Rafiq
al-Masri;a paper submitted in the Second Workshop on Inflation: Inflation and
Its Impact on Societies – The Islamic Solution; Kuala Lumpur 1996
[22] Mankiw, N. G.,
2003, “Teori Makroekonomi”, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
[23] Samuelson,
P.A., Nordhaus, W. D., 2004, “Ilmu Makroekonomi”, Edisi Tujuh Belas, PT. Media
Global Edukasi, Jakarta
[24] Nopirin, 1987,
Ekonomi Moneter Buku 2, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, hlm.34-35
[25] Ahmad Hasan,
,Mata Uang Islami, Telaah komprehensif Sistem Keuangan Islami,Jakarta: PT Raja
Grafindo Pesada, 2004
[26] Sofyan S
Harahap : Bahan Materi :Sistim Keuangan Dalam Islami
[27] jurnal :
http://www.rahmad.com/ ;Pakai Dinar Tinggalkan Dolar
[28] Nu’man ,Fikri
ahmad,Annadzoriah al-iqtishodiyah fi al-islam,maktabah al-islam,beirut,1985.
h-147.
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com